Oleh:Fajar Santosa, S.H., M.H.
(Advokat dan pecinta sejarah,
pengajar di Jurusan Hukum Tata Negara UIN Malang)
MALANG - Peresmian peringatan hari lahir
Pancasila 1 Juni dan penetapannya
sebagai hari libur nasional telah ditetapkan oleh Presiden Jokowi dalam
Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila. Perdebatan
yang masih sering mengemuka adalah benarkah Pancasila lahir pada 1 Juni 1945?
Tulisan kecil ini hendak meninjau perihal hari kelahiran
Pancasila dalam perspektif historis
sekaligus yuridis. Sebagaimana yang dicantumkan dalam konsiderans menimbang butir (b) pada Kepres 24 tahun 2016 tentang
hari Lahir Pancasila, bahwa Badan Penyelidik Usaha-Usaha persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dipimpin oleh KRT. Radjiman wedyodiningrat
telah menyelenggarakan sidang yang pertama pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1
Juni 1945 dengan agenda sidang membahas tentang dasar negara Indonesia merdeka.
Selanjutnya pada konsideran menimbang butir (c) dinyatakan bahwa untuk
pertama kalinya Pancasila sebagai dasar negara diperkenalkan oleh Ir. Soekarno
, anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 1 Juni 1945.
Pada kesempatan persidangan BPUPKI itu
sejumlah bapak bangsa menyampaikan pidato untuk membabarkan konsep dasar negara
bagi Indonesia merdeka kedepan. Diawali
pidato Mr. Muhamad Yamin, seorang ahli hukum sekaligus seorang sastrawan pada
tanggal 29 Mei 1945, yang secara lisan menyebut usulan lima dasar negara
Indonesia merdeka yaitu: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan,
Peri kerakyatan, dan peri Kesejahteraan Rakyat.
Disusul kemudian pada tanggal 31 Mei
1945, Mr. Soepomo, seorang ahli hukum yang terkemuka saat itu menyampaikan
pidato tentang konsep rumusan dasar negara. Pidato Soepomo itu dikenang karena
untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Soepomo konsep integralistik dalam
negara, dimana dasar persatuan dan kekeluargaan dinilai sangat sesuai dengan
corak masyarakat Indonesia sehingga di negara Indonesia merdeka tidak boleh ada
dominasi mayoritas dan tirani minoritas. Dalam konteks rumusan dasar negara,
Soepomo memberikan usulan lima prinsip yang bisa dijadikan dasar negara, yakni:
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan
lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat
Kemudian yang terakhir sidang BPUPKI
mendengarkan pidato Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945 yang mengusulkan lima dasar
Indonesia merdeka yakni:
- Nasionalisme
atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme
atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau
Demokrasi
4. Kesejahteraan
Sosial; dan
5. Ketuhanan yang
berkebudayaan.
Pada saat Soekarno menyampaikan
pidatonya, bapak proklamator itu mengusulkan nama untuk lima dasar negara
Indonesia merdeka yaitu bernama Pancasila, yang menurut Soekarno diperoleh dari
seorang teman yang ahli bahasa yang diketahui kemudian adalah Mr. Muhamad
Yamin. Namun haruslah dicatat bahwa rumusan Pancasila yang kita kenal saat ini
baik secara filosofi, susunan redaksi, sistematika ataupun urutan sila-silanya
adalah berbeda dengan rumusan yang diusulkan Soekarno. Bahkan kalau
dibandingkan rumusan Muhamad Yamin secara tertulis yang disampaikan setelah Yamin
berpidato justru dinilai lebih mendekati dengan naskah Pancasila saat ini
yaitu:
1. Ketuhanan yang
Maha Esa
2. Kebangsaan
Persatuan Indonesia
3. Rasa
Kemanusiaan Yang adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan social
bagi seluruh rakyat Indonesia
Dengan demikian tanggal 1 Juni 1945
bukanlah untuk pertama kalinya sebuah gagasan mengenai lima dasar negara
diungkapkan. Nama Pancasila untuk pertama kalinya diperkenalkan memang demikian
adanya.
Selanjutnya pada tanggal 22 Juni
1945 tokoh-tokoh utama pendiri bangsa yang tergabung dalam Panitia Sembilan
mengadakan pertemuan untuk membahas berbagai usulan yang mengemuka pada sidang
tanggal 29 Mei-1 Juni 1945. Panitia Sembilan selanjutnya menghasilkan rumusan
naskah dasar negara yang terkenal dengan Piagam Jakarta. Rumusan naskah
Pancasila berdasar Piagam Jakarta tersebut adalah:
1. Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab.
3. Persatuan
Indonesia.
4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah mencatat pada masa sidang
kedua BPUPKI antara tanggal 14-16 Juli 1945 rumusan Piagam Jakarta yang
dihasilkan oleh Panitia Sembilan diterima dan disetujui dalam sidang pleno
BPUPKI. Oleh karena ada pemahaman bahwa keberadaan BPUPKI adalah bentukan pemerintah
pendudukan Jepang, dan untuk memberi penekanan bahwa kelak jika Indonesia
merdeka bukanlah hadiah dari Jepang, maka pasca dijatuhkannya bom atom oleh
tentara Sekutu di Hirosima, para tokoh pergerakan kemerdekaan membentuk Panitia
Persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 7 Agustus 1945 dengan
Soekarno dan M. Hatta masing-masing sebagai ketua dan wakil ketua. PPKI ini
bertujuan melanjutkan hasil kerja BPUPKI dalam mempersiapkan kemerdekaan
Indonesia.
Setelah Indonesia diproklamasikan
kemerdekaannya oleh Soekarno-Hatta, sehari kemudian pada tanggal 18 Agustus
1945 PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai undang-undang dasar Negara Republik
Indonesia. Dalam Pembukaan UUD Republik Indonesia 1945 itulah, rumusan lima
sila dasar negara dicantumkan dalam Alinea ke-4 dengan susunan redaksi dan
sistematika atau urutan yang kita kenal sebagai Pancasila yang sekarang. Rumusan
Pancasila 18 Agustus 1945 merubah redaksional sila pertama Pancasila dalam
Piagam Jakarta dari “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”. Sebuah kompromi antara
tokoh-tokoh Islam yang duduk di Panitia Sembilan dengan tokoh pergerakan
kemerdekaan lainnya.
Jika kita Kembali kepada dasar
yuridis formal penentuan hari lahir Pancasila dalam Keputusan Presiden Nomor 24
tahun 2016 tentang hari lahir Pancasila, terutama dalam bagian konsiderans maka
ada hal patut dikritisi. Setelah melihat fakta-fakta dalam persidangan pertama
BPUPKI tersebut diatas, timbul satu pertanyaan kenapa yang disebutkan dalam
konsideran Keppres penentuan hari lahir Pancasila hanyalah pidato Soekarno
tanggal 1 Juni 1945? Bukankan proses kesejarahan Pancasila dimulai dari pidato
Yamin 29 Mei 1945, pidato Soepomo 31 Mei 1945, dan pidato Soekarno 1 Juni 1945?
Kemudian proses itu dilanjutkan dengan adanya kesepakatan Panitia Sembilan di BPUPKI, hingga kompromi antar
bapak bangsa pada 18 Agustus 1945. Kesejarahan Pancasila haruslah dipahami secara utuh oleh generasi hari
ini. Penyebutan yang parsial yaitu hanya peristiwa 1 Juni 1945 saat Soekarno
berpidato- berpotensi meminggirkan peran kesejarahan bapak bangsa yang lain
dalam sejarah perumusan Pancasila. Keberadaan Bapak Bangsa Soekarno, bersama Hatta
sebagai proklamator kemerdekaan tentulah menempati tempat yang indah dalam
ingatan kolektif kebangsaan kita. Soekarno adalah bapak bangsa yang tidak
tergantikan. Tetapi menempatkan para bapak bangsa yang lain secara tidak proporsional
dalam kesejarahan perumusan dasar negara Pancasila juga bukanlah tindakan yang
arif dan bijaksana. Soekarno sendiri menggaungkan, “jasmerah!”. Jangan
sekali-kali melupakan sejarah. Sejarah terbentuknya dasar negara adalah sejarah
yang penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Kembali pada pertanyaan judul
tulisan kecil ini, benarkah Pancasila lahir 1 Juni 1945? Melihat fakta-fakta
sejarah diatas penulis berkesimpulan bahwa 1 Juni bukanlah hari lahirnya
Pancasila. Dalam perspektif yuridis, Jika kita memahami bahwa yang dimaksud
Pancasila itu adalah rumusan dasar negara yang sah ditetapkan sebagai dasar
negara Indonesia merdeka, Pancasila yang kita kenal hari ini sebagai dasar
negara, maka Pancasila yang dimaksud itu secara yuridis lahir pada 18 Agustus 1945, bersamaan lahirnya
konstitusi Indonesia merdeka. Tanggal 18
Agustus ini kemudian berdasarkan Keputusan Presiden No. 18 tahun 2008
ditetapkan sebagai Hari Konstitusi, namun tidak ditetapkan sebagai hari libur
nasional. Secara nalar logika jika Konstitusi Republik Indonesia dilahirkan
tanggal 18 Agustus 1945, maka tentu menjadi tidak logis jika Pancasila yang
notabene berada dalam Pembukaan UUD tahun 1945 dipahami dilahirkan sebelum
terbentuknya Konstitusi. Ini adalah nalar hukum yang sederhana. Meski untuk
memahaminya dibutuhkan kejujuran membaca sejarah.
Tulisan kecil ini sama sekali tidak
berpretensi untuk “meluruskan” sejarah, karena sejarah memiliki alur dan
jalannya masing-masing. Penulis juga tidak punya kapasitas untuk melakukan hal
itu. Kita bisa membuka catatan di masa lalu
saat zaman Orde Baru, Pancasila
sering digunakan untuk menghantam lawan politik Rezim Soeharto. Kita ingat
sejarah Petisi 50 yang berusaha mengingatkan dan mengkritik Soeharto di awal
1980-an, dijawab dengan pernyataan bahwa para pengritiknya adalah anti Pancasila. Sejarah yang buruk tidak boleh berulang.
Pancasila sebagai norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm) harus
kita jaga bersama.
Wallahu a’lam bish shawab. Merdeka!
Tautan : ALIM MUSTOFA